DETAIL BERITA
Bidang UN dan Kemahasiswaan
Diupload
Selasa, Jam
09:00:00,
13 Oct 2015, dibaca
1117
kali
Sumber : http://dikti.go.id
Jakarta
– Daftar 243 Perguruan Tinggi (PT) non aktif yang akhir-akhir ini
dirilis oleh beberapa media nasional tidak dikeluarkan resmi oleh
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti).
Hal tersebut disampaikan Dirjen Kelembagaan Iptek Dikti, Patdono
Suwignjo pada acara konferensi pers penjelasan penonaktifan PT di gedung
D Kemristekdikti, Senayan (6/10). Namun, ia membenarkan bahwa 243 PT
dinonaktifkan tersebut adalah akumulasi penonaktifan sejak 16 September
2014. Pihaknya menjelaskan bahwa dalam menyusun kebijakan pendidikan
tinggi, Kemristekdikti selalu merujuk pada Pangkalan Data Pendidikan
Tinggi (PDPT). PDPT sendiri merupakan kumpulan data penyelenggaraan
pendidikan tinggi seluruh PT yang terintegrasi secara nasional dan bisa
diakses oleh masyarakat sebagai bahan informasi mengenai kinerja program
studi dan PT.
Menurut Patdono, status PT yang
dinonaktifkan bukan berarti izinnya dicabut. Namun ada beberapa sanksi
yang harus diterimanya. PT mendapat status nonaktif karena melalukan
beberapa pelanggaran. “Pertama, karena tidak melaporkan data perguruan
tinggi selama 4 semester berturut-turut. Kedua, rasio atau nisbah dosen
mahasiswa tidak mencukupi. Lalu melaksanakan pendidikan di luar kampus
utama tanpa izin.” terangnya. Konsekuensinya, PT non aktif tidak bisa
mendapatkan pelayanan seperti pengusulan akreditasi ke BAN PT, pengajuan
penambahan program studi baru, sertifikasi dosen serta penghentian
pemberian hibah dan beasiswa. Status non aktif akan dicabut apabila
perguruan tinggi sudah memperbaiki pelanggaran yang dilakukan.
Patdono menambahkan, konflik yang
terjadi biasanya yayasan atau rektorat terpecah menjadi 2. Kemudian yang
menjadi masalah adalah saat proses hukum dilakukan, ada satu pihak
diakui dan ada yang tidak diakui. “Kalau keduanya rekrut mahasiswa dan
wisuda, nanti siapa yang harus tanda tangan ijazahnya. Dari pengadilan
hanya ada satu yang diakui. Kalau ditandatangani rektor yang tidak
diakui jadi tidak sah. Maka yang kampus terjadi konflik dinonaktifkan.”
ungkap mantan Sekretaris Ditjen Pendidikan Tinggi tersebut.
PT dinonaktifkan apabila yayasan yang
menaunginya sudah tidak diakui. Sebab banyak yang terjadi adalah yayasan
sudah bubar namun perguruan tinggi masih aktif. “Untuk seperti ini kita
nonaktifkan dan kita minta buat yayasan baru agar status nonaktif
dicabut,” jelasnya. “Lalu ada alih kelola atau ganti yayasan. Baru
dibuka nonaktif kalau sudah dilaporkan. Berikutnya PT dinonaktifkan jika
kampus pindah tapi tidak dilaporkan. Sehingga jika kita kirim-kirim
surat tidak sampai. Kalau sudah melaporkan kepindahan kampus maka akan
dibuka lagi,” imbuh Patdono melanjutkan. (AAD)